TUGAS SOFTSKILL

Minggu, 16 November 2014

WHISTLE BLOWING
Whistle blowing adalah tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan kerja.

Hal ini merupakan isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu tersebut maupun organisasi yang dilaporkan (Vinten, 1994). Menurut Vardi dan Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan menyimpang karena menyalahi aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja. Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap perusahaan.
Whistle Blowing dalam perusahaan (misalnya atasan) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan kepedulian terhadap kesuksesan perusahaan itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle blowing yang bersifat ”pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku menyimpang tipe D karena ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya. Sementara itu, beberapa peneliti menganggap whistle blowing sebagai suatu bentuk tindakan kewarganegaraan yang baik (Dworkin & Nera, 1997), harus didorong dan bahkan dianugerahi penghargaan. Namun, whistle blowing biasanya dipandang sebagai perilaku menyimpang. Para atasan menganggapnya sebagai tindakan yang merusak yang kadang berupa langkah pembalasan dendam yang nyata (Near & Miceli, 1986). Para atasan berpendapat bahwa pada saat tindakan yang tidak etis terungkap, maka mereka harus berhadapan dengan pihak intern mereka sendiri. Penelitian Near & Miceli mengungkapkan bahwa whistle blower lebih memilih melakukan aksi balas dendam apabila mereka tidak mendapat dukungan yang mereka inginkan dari atasannya, insiden yang terjadi tergolong serius, dan menggunakan sarana eksternal untuk melaporkan kesalahan yang ada.

Miceli & Nera (1997) memandang whistle blowing sebagai antisocial OB. Antisocial OB adalah tindakan intens yang bersifat membahayakan yang dilakukan anggota organisasi terhadap individu, kelompok, atau organisasi. Untuk perilaku whistle blowing yang diklasifikasikan kedalam golongan ini harus dipastikan tingkat bahaya yang dihasilkan. Perilaku ini sejalan dengan OMB tipe D, yang juga dianggap sebagai aksi balas dendam.


De George (1986) menetapkan tiga kriteria atas whistle blowing yang adil. Pertama organisasi yang dapat menyebabkan bahaya kepada para pekerjanya atau kepada kepentingan publik yang luas. Kedua, kesalahan harus dilaporkan pertama kali kepada pihak internal yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, dan ketiga, apabila penyimpangan telah dilaporkan kepada pihak internal yang berwenang namun tidak mendapat hasil, dan bahkan penyimpangan terus berjalan, maka pelaporan penyimpangan kepada pihak eksternal dapat disebut sebagai tindakan kewarganegaraan yang baik.


ALASAN TERJADINYA WHISTLE BLOWING
Perilaku whistle blowing berkembang atas beberapa alasan, yaitu :
  1. Pergerakan dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan, keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja. 
  2. Keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak informasi. 
  3. Akses informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini (Rothschild & Miethe, 1999).
Perilaku whistle blowing dapat terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi, mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya whistle blowing.


CREATIVE ACCOUNTING
Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999).


Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut Scott [1997] sebagai berikut:
  1. Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Konsekuensinya, manajemen melakukan ‘pembersihan diri’ dengan membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
  2. Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang dikehendaki.
  3. Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang ditetapkan.
  4. Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
  5. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
Di dalam creative accounting ada pendapat yang mengatakan creative accounting di bagi dua jenis, yaitu yang legal dan illegal. Maksud dari legal di sini adalah yang sesuai dengan perundang-undangan atau sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan yang illegal adalah yang menyalahi peraturan atau perundang-undangan ayang berlaku.


FRAUD ACCOUNTING
Fraud adalah tindakan curang yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi). Fraud mengandung beberapa unsur, yaitu:
  •  Tindakan yang disengaja
  • Kecurangan
  •  Keuntung pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain 
Jenis-jenis Fraud berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners(ACFE), internal fraud (tindakan penyelewengan di dalam perusahaan ata institusi) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:
  1. Fraud terhadap Asset. Penyalahgunaan aset perusahaan (institusi), entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari perusahaan. Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu Cash Misappropriation (Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas) dan Non-Cash Misappropriation (Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas.
  2. Fraud terhadap Laporan Keuangan. ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b) non-financial.
  3. Korupsi. ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: konflik kepentingan, dan menyuap atau menerima suap, timbal-balik.


 CONTOH KASUS FRAUD ACCOUNTING
Kasus Penggelapan Uang di PT. asian Agri Abadi Oils & fats LTD

Sebenarnya saat ini, berita yang sedang marak adalah kasus mengenai penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Group (Asian Agri). Modus operandi yang dilakukan oleh Asian Agri adalah dengan cara menggelembungkan biaya perusahaan sebesar Rp. 1,5 tiliun, membengkakkan kerugian transaksi ekspor sebesar Rp. 232 Miliar, serta mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp. 889 miliar. Hal tersebut menyebutkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya fiktif dan mengakibatkan kerugian untuk negara yang untuk sementara diperkirakan mencapai 30% dari total biaya fiktif yang mencapai Rp. 2,62 triliun atau sebesar Rp. 786,3 miliar.

Kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri tersebut di atas di ungkapkan oleh karyawannya, Vincentius Amin Sutanto(vincent), karena Asian Agri terus mengejar Vincent atas kasus penggelapan uang Asian Agri sebesar Rp. USD 3,1 juta atau sekitar Rp. 30 miliar. Vincent adalah mantan Financial Controller Asian Agri Group – induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas (RGM), milik Sukanto Tanoto- orang terkaya di Indonesia tahun 2006 versi majalah forbes. Asian Agri bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, coklat, dan karet.

Modus operandi yang dilakukan Vincent, yang merupakan otak pelaku kejahatan, adalah dengan mendirikan PT fiktif dan rekening fiktif. Dia bekerja sama dengan kedua temannya yang dikenalnya ketika mengambil gelas MBA di Amerika, yaitu Hendri Susilo dan AFS yang membuat akta pendirian perusahaan yaitu PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama. Vincent berjanji akan memberikan 10% keuntungan kepada temannya tersebut. Perusahaan tersebut kemudian membuka rekening di sebuah bank di Indonesia yang digunakan untuk menampung uang hasil kejahatannya. Pada tanggal 13 November 2006, Vincent membuat dua lembar aplikasi pengiriman uang PT Asian Agri Oils and Fats Ltd, yang tersimpan di rekening Fortis  Bank Singapore. Surat itu berisi permintaan agar bank mentransfer USD 1,2 juta ke rekening PT Asian Agri Utama dan USD 1,9 juta ke rekening PT Asia Agri Jaya di Panin Bank. Aplikasi ini dibuat dan ditandatangani Vincent dengan memalsukan tanda tangan dua pejabat tingi perusahaan di Singapura. Kemudian pada tangga 15 November 2006, uang tersebut ditransfer ke rekening Bank Panin milik PT Asian Agri Jaya yang didirikan oleh Hendri. Sehari kemudian perusahaan di Singapura mengecek transfer tadi, ternyata anak perusahaan di Jakarta tidak menerima uang tersebut, yang menerima malah perusahaan lain (yang didirikan Hendri). Kemudian Asian Agri pun melaporkan keganjilan tersebut kepada polisi dan rekening untuk penampung transfer tersebut ketahuan dan diblokir, padahal Vincent baru mengambil Rp. 200 juta.


Asian Agri yang dibantu polisi, sudah keburu mengendus aksinya dan melakukan pengejaran, Vincent lalu melarikan diri ke Singapura. Sebagai salah satu akuntan top di Asian Agri, Vincent memiliki banyak dokumen penting yang hendak dijadikan senjata agar pihak Asian Agri mau mengampuninya dan tidak membawa kasus tersebut ke polisi. Namun, pihak Asian Agri terus mengejarnya, akhirnya Vincent memutuskan untuk menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya dan melaporkan kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri, sehingga pihak Asian Agri pun harus berurusan dengan polisi dan Direktorat Jenderal Pajak.

0 komentar:

Posting Komentar